Sabtu, 14 Maret 2009

BLIND IS LOVE (A True Story)

This Is Short Story About "Blind Is Love"

My name is Linda.
Since we first date until got married, 
people said that : 'my husband is good looking'
I just can know it from others because.......
I'm Blind
If people said, love is blind...
For my lovely husband said, blind is love.
My husband's name is Budi

Maybe, Blind means : Budi Linda

Dedicate to Budi and Linda (Feb, 2009)

DEPENDS ON WHAT YOU GIVE

Alkisah, ada seorang kakek yang kaya raya. Sang kakek mempunyai 3 orang cucu. Pada saat sebelum meninggal, sang kakek sudah membuat surat wasiat untuk pembagian harta kepada ketiga cucunya. Sesaat setelah sang kakek meninggal, maka dipanggilah ketiga cucu kakek tersebut. Si cucu pertama dengan yakinnya bahwa ia akan mendapat bagian yang terbesar. Sedangkan si cucu terkecil, hanya berharap mudah-mudahan harta peninggalan sang kakek bisa dikelola dengan baik oleh kedua kakaknya. Singkat cerita, akhirnya bukan cucu pertama atau kedua yang mendapatkan warisan, tapi adalah cucu terkecil yang mendapatkan seluruh warisan. Lho kok bisa? ternyata di surat wasiat yang dibuat, sang kakek memerintahkan agar warisannya dibagikan kepada cucu yang mengingat tanggal ulang tahunnya. Sudah pasti, si cucu ketiga lah yang mengingat tanggal ulang tahun si kakek.

Memang cerita diatas mungkin hanya sebuah cerita. Tapi yakinlah, bahwa banyak kok yang mungkin suka lupa kapan ulang tahun kakek kita. Tapi kalau kakek kita mewariskan warisan 10 juta dollar, saya yakin ngak ada yang bakal lupa kalau angkanya 10 juta dollar.

Dari cerita diatas, dalam hidup justru kita selalu diingat oleh orang lain bukan dari apa yang kita peroleh, justru dari apa yang kita berikan. Banyak orang yang justru berusaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin supaya diingat atau selalu dikenal oleh orang lain, dengan melupakan untuk memberi. Adalah wajar jika seseorang ingin berusaha agar dirinya selalu diingat, dikenal oleh orang lain. Adalah suatu kebahagian, jika bisa selalu diingat, dikenal dan bahkan dikenang oleh orang lain. Si cucu ketiga, mungkin memang sudah diingat oleh sang kakek, karena dia sudah terlebih dahulu memberikan perhatian, yang mungkin kecil, yaitu tanggal ulang tahun sang kakek.

Sebagai penutup tulisan singkat ini, saya hanya mengutip salah satu kata dari Mahatma Gandhi, yang selalu diingat dalam hati oleh rakyat India, yang dimana beliau mengatakan : "happiness depends on what you give, not what you can get". Kebahagiaan yang diperoleh oleh Mahatma Gandhi, dimana selalu dikenang oleh rakyat India, ternyata didapat dari apa yang diberikan. Mahatma Gandhi, tentu saja bukan sang kakek yang bisa memberikan 10 juta dollar, entah apa yang dia berikan. Konon katanya sesuatu yang disebut Like Heart of Gandhi. 

  

Rabu, 11 Maret 2009

I LOVE MONDAY (5 hal yang membuat kerja itu menyenangkan)

Sudah menjadi takdir bahwa setiap orang itu harus bekerja. Entah dari melakukan hal yang halal maupun yang tidak. Bukan karena kewajiban atau suatu paksaan, tapi sebagai salah satu faktor yang utama, bahwa setiap orang pasti punya kebutuhan, dan kebutuhan inilah yang pasti akan mendorong untuk orang bekerja. Dari kebutuhan yang sifatnya dasar hingga yang tidak dibutuhkan saja, orang kadang tetap memenuhinya.
Namun, dari hal-hal yang ada di dunia ini, banyak muncul pendapat-pendapat yang kadang membuat orang untuk bertanya sebenarnya bekerja itu harus, wajib, atau sekedar aktivitas biasa atau malah mungkin tidak perlu kita bekerja. Sebagai contoh, saya pernah bertemu dengan teman kuliah yang lebih senior dari saya. Ceritanya dia datang ke kampus untuk mengambil ijazahnya yang sudah setahun tidak sempat diambil. Lalu dia bertanya kepada saya, lagi skripsi? Saya jawab, ya. Lalu dia bilang bersyukurlah masih skripsi. Lalu saya tanya, kenapa? Dia bilang mumpung masih belum kerja, saya anjurkan kamu puas-puasin deh sama yang namanya “nganggur”. Lalu dalam hati saya bilang, “Aneh orang ini”. Ketika semua orang membutuhkan pekerjaan dia malah bilang enak nganggur”. Alasan dia berkata seperti adalah kalau sudah bekerja, anda seperti masuk camp konsentrasi, yang ngak bakal ada senangnya. Paling cuma 1 hari (pasti pas pay-day)
Lalu ada lagi seorang teman (yang ini masih mending) yang paling benci kalo dalam bekerja hari Senin. Katanya menurut dia pekerjaan selalu menumpuk di hari senin dan masalah selalu timbul di hari senin. Dia bilang cuma sambil dengar lagu slow aja, serasa dengar lagu-nya sepultura (Metalica juga juga kali ya). Cuma yang mau saya tanyakan ke teman saya ini, kalau pas pay-day nya hari senin, masih sepultura ngak ya?
Dari kedua cerita singkat tersebut, sebenarnya saya juga hampir mirip-mirip dengan kedua teman saya ini. Tapi dari pengalaman saya baik yang sifatnya praktikal maupun edukasional, serta kadang spiritual, sebenarnya bekerja itu adalah yang biasa saja, bahkan menyenangkan. Jujur aja saya I LOVE MONDAY. Malah saya kadang lebih jenuh di hari rabu atau kamis. Cuma satu alasan, biasanya hari rabu dan kamis tidak banyak pekerjaan, sehingga rasanya rugi kalo masuk kantor. Lebih baik jalan-jalan aja. Tapi ya kita tetap harus bekerja, karena itu yang harus kita lakukan. Dan sekarang saya tidak masalah mau hari apapun.
Oleh karena itu saya ingin membagikan beberapa hal yang membuat saya bisa dan mau mencintai pekerjaan, mau hari apapun termasuk Senin atau Rabu. Tapi sebelumnya, jelas dibutuhkan kemauan kita untuk mengubah cara pandang atau pola pikir kita dulu. Sebab jika seseorang aja sudah bisa menjalaninya, masa kita tidak bisa. Atau paling tidak di coba lah. Jangan sampai terjebak oleh situasi yang anda ciptakan sendiri (being trap by your own situation). Kenapa saya bilang by your own situation? Karena mungkin bisa kita ubah tapi kita tidak mau mengubahnya, bahkan berharap pada orang lain, dan selalu dengan alasan yang sama setiap minggu.

Ada sebuah cerita yang disampaikan oleh Frank Koch dalam Proceedings, majalah Naval Institute :
Dua kapal tempur yang diserahkan kepada skuadron pelatih telah beberapa hari bermanuver di laut di bawah cuaca yang buruk. Saya ditugaskan di kapal tempur yang satu dan sedang berjaga suatu malam. Jarak pandang sangat buruk akibat kabut, maka sang kapten pun tetap terjaga untuk mengawasi segala kegiatan. Tidak lama setelah hari gelap, seorang petugas jaga melaporkan, 
“Ada lampu yang menyorot ke sebelah kanan”.
“Apakah lampu itu diam atau bergerak mundur?” sang kapten bertanya. Sang petugas menjawab, “Diam, kapten”, yang berarti kami terancam bahaya tabrakan dengan kapal tersebut.
Lalu sang kapten berseru kepada sang petugas sinyal: “Berikan sinyal kepada kapal itu: Kita bisa tabrakan, tolong mengubah arah 20 derajat”. Balasannya: “Anda saja yang mengubah arah 20 derajat”. Sang kapten berkata. “ Disini kapten, tolong ubah arah anda 20 derajat”.
“Saya hanya pelaut kelas dua”, demikian balasannya, “Sebaiknya andalah yang harus mengubah arah 20 derajat”.
Ketika itu sang kapten marah. Bentaknya, “Ini kapal tempur tahu! Cepat ubah arah 20 derajat”;
Balasannya, “Di sini mercu suar”.
Maka kamilah yang mengubah arah


Menurut Art Berg, dalam bukunya the impossible thing just take a little longer, bahwa masalahnya bukanlah apa yang tidak bisa anda perbuat, melainkan apa yang tidak mau anda perbuat. Sebagai informasi, Art berg seseorang yang mengalami cacat tubuh quadriplegic (fungsi keempat anggota utama tubuh menjadi terbatas).

Saya mendapatkan ada lima hal yang membuat saya bisa menikmati pekerjaan setiap hari (walaupun tidak bisa setiap hari selama 360 hari). Kelima hal tersebut adalah:

1. Kita bekerja itu bukan mencari rejeki tapi menjemput rejeki
AA Gym, dalam tulisannya yang berjudul Prinsip-Prinsip Bisnis Dalam Islam, mengatakan, kalau kita berbisnis (bekerja) itu hanya mencari makan apa beda dengan kambing, kalau bekerja itu hanya mencari uang apa beda dengan garong. Kedua sama-sama mencari makan dan uang. Apalagi mencarinya memakai peribahasa membanting tulang demi sesuap nasi. Kalo ada orang yang seperti ini, pasti diejek, "kasihan deh loe. Sudah tulang yang dibanting, cuma sesuap yang didapat. Oleh karena itu bekerja itu bukan mencari rejeki, tapi menjemput rejeki. Kenapa ? Sebab kalo mencari belum tentu mendapatkan. Bedakan antara menjemput dan mencari. Sebagai contoh : kalo saya bilang mau jemput istri di salon, sudah pasti saya sudah punya istri dan sedang di salon. (kecuali menjemput yang lain). Tapi kalo saya bilang mau cari istri di salon, sudah pasti saya belum punya istri dan tentu saja belum tentu dapat, kasihan kan. Oleh karena itu, masa cuma Tuhan suruh jemput rejeki yang Dia sudah persiapkan aja kita tidak mau? Dan segala sesuatunya itu harus dimulai pada hari senin. Jadi itulah hal yang membuat kenapa saya I Love Monday juga, Selain saya pikir juga tidak ada gunanya. Sebab ada minimal 52 monday setahun, jadi anda semua akan benci-benci-an paling enggak minimal 52 kali setahun. Alangkah kasihannya

2. Dalam bekerja, uang bukanlah tujuan utama
Masih dari AA Gym, beliau menyampaikan, bahwa dalam bisnis atau bekerja uang adalah nomor sekian. Namun yang paling penting adalah :
  1. Dalam bekerja apa yang kita lakukan bisa menjadi amal. Yaitu dengan niat dan cara yang benar.
  2. Dalam bekerja kita harus bisa menjadi lebh baik
  3. Dalam bekerja kita bisa menambah ilmu, pengalaman dan wawasan. Istilah nya jika uang yang kita dapatkan harus bisa meng-up-grade diri kita.
  4. Dalam bekerja kita juga bisa menambah kawan atau saudara. Menambah silahturahmi. Buat apa bertambah rejeki tapi bertambah pula musuh.
  5. Dalam bekerja kita juga bisa memberikan keuntungan bagi orang lain.
Selanjutnya secara tegas, AA Gym menyampaikan punyalah hati yang jujur dalam bekerja. Logikanya, Tuhan yang menyuruh jujur, Tuhan juga yang memberi rejeki, untuk apa harus tidak jujur? 

3. Dalam bekerja harus punya hati yang melayani
Saya mendapatkan inspirasi ini dalam sebuah majalah yang diterbitkan oleh Bank BCA. Didalam majalah tersebut ada seorang yang menyampaikan pendapatnya seperti ini: “Dalam bekerja harus mempunyai hati yang melayani, kalau tidak, berharaplah warisan". Melibatkan hati itu memang diperlukan dalam kita bekerja dan saya rasa bukan sekedar bekerja saja. Hati merupakan sumber kehidupan kita Jika anda tidak punya hati, jelas anda tidak punya perasaan. Kalau anda tidak punya perasaan, apa anda pantas disebut manusia. Apa beda anda dengan kambing yang cari makan diatas atau mungkin anda seorang robot. Dengan hati, kita bisa bekerja dengan baik dan mungkin anda pasti juga berusaha untuk tidak merugikan orang lain. Tapi bagaimana kalau yang rugi itu diri kita sendiri?
Dalam bukunya, Marketing with Love, Ippho Santosa membahas tentang Balanced Work Triangle, dan dengan sedikit meringkas (Maaf Mas Ippho) saya dapat prinsip kerja, yaitu prinsip 3 AS, yang pertama kerAS(work hard), lalu cerdAS (work smart), dan yang ketiga IkhlAS (work sincere). Selanjutnya beliau menyampaikan dalam bahasa kerennya, keras itu AQ, kalo cerdas itu EQ dan IQ, sedangkan Ikhlas itu SQ. Nah, jadi jika yang rugi itu kita sendiri, kita memang butuh yang namanya keikhlasan. Dan sekali lagi keikhlasan itu butuh hati.

4. Kita harus mencintai pekerjaan kita
Pada poin ketiga itu artinya, dalam bekerja kita haru berusaha mencintai orang-orang yang ada di sekitar kita, walaupun kadang sulit. Sedangkan pada poin ini, kita harus bisa mencintai pekerjaan kita. Seorang teman mengirimkan e-mail kepada saya sebuah artikel, yang berjudul “Love Your Job But Never Fall In Love With Your Company”. Artikel ini berisi cerita dari seorang CEO sebuah perusahaan IT dari India berbicara dalam sebuah sesi dengan para karyawannya tentang filosofi ini. CEO ini termasuk dalam 50 besar orang yang paling berpengaruh dalam dunia bisnis di Asia (versi majalah Asiaweek). Dalam pembukaannnya, beliau mengambil pendapat dari Narayana Murthy, yaitu “Cintailah pekerjaanmu, tapi jangan pernah jatuh cinta kepada perusahaanmu. Karena kamu tidak pernah tahu kapan perusahaanmu berhenti mencintaimu”. Intinya beliau, menyampaikan bahwa dengan mencintai pekerjaan, kita bisa sebisa mungkin bekerja sebaik mungkin. Sebisa mungkin menghindari kesalahan yang mungkin saja juga juga dalam membetulkan kesalahan-kesalahan yang ada selain menghabiskan waktu, juga tenaga dari orang lain yang bekerja dengan kita baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan di akhir, dia memberikan dua langkah yang cukup bagus. Pertama, kita harus bisa memberikan contoh, apalagi kita sebagai seorang atasan. Lalu yang kedua adalah mau menjalani hidup yang seimbang. Untuk hal ini dia memberikan langkah-langkah yang bisa membantu :
  1. Bangun pagi, sarapan dengan menu yang baik, lalu berangkat bekerja
  2. Bekerjalah dengan keras dan pintar selama 8 atau 9 jam sehari.
  3. Pulanglah ke rumah
  4. Baca buku atau komik, menonton film yang lucu, kumpul-kumpul dengan rekan, keluarga, bermain dengan anak-anak, dll
  5. Makan yang sehat dan tidur yang cukup
(Langkah-langkah ini disebut sebagai recreating. Mengerjakan langkah 1, 3, 4, dan 5 akan memungkinkan langkah 2 dilakukan secara efektif dan seimbang)

Bekerja secara normal dan hidup seimbang adalah konsep sederhana, kalau sulit itu hanya butuh kemauan untuk berubah dan melakukannya..

5. Mau memperhatikan hal-hal yang kecil
Kadang kita suka meanggap hal yang kecil itu, ya kecil, tidak perlu diperhatikan atau maaf, karena kecil jadi ngak kelihatan deh. Misal proses pemilihan baju yang akan dipakai bekerja pada hari itu. Ada baiknya dilakukan malam sebelumnya. Sebab jika dilakukan pada pagi hari mungkin dengan keterbatasan waktu, anda belum sempat puas memilih sudah harus berangkat kerja dan memakai baju yang mungkin anda belum cocok. Sudah pasti kesal dan dibawa deh kesal itu ke tempat kerja. Ada yang mengusulkan, jika mungkin dengarlah lagu-lagu favotir anda di pagi hari, yang bisa menyenangkan hati anda (kan mendapatkan yang anda favoritkan). Dengan memperhatikan hal-hal yang kecil ini, diharapkan kita bisa tidak membayangkan setumpuk pekerjaan yang mungkin saja sudah menunggu anda. Sebab membayangkan saja sudah membuat anda kesal. Apalagi begitu tiba di tempat kerja.

Dan pada akhirnya, saya mau mengajak anda untuk tetap sehat. Penting sekali. Buka sekedar makan yang sehat tapi juga aktivitas-aktivitas yang dilakukan diluar pekerjaan. Sehat pun menurut saya bukan sekedar sehat. Saya mendapatkan definisi yang sehat yang cocok buat saya adalah dari Deepak Chopra M.D, Beliau bilang "Healty is not just the absence of disease, but inner joyfulness that should be ours all the time". Jadi sudah cocok kan, bekerja dengan hati, mempunyai tubuh yang sehat dengan kesukaan dan keceriaan yang selalu ada dalam hati setiap saat.

Minggu, 01 Maret 2009

SETANGKAI BUNGA YANG INDAH, TAPI……...

Suatu hari ku berjalan, di jalan yang tidak pernah kulalui

dan kuterus berjalan, berjalan

Lalu ditengah perjalanan kumelihat sebuah bunga yang indah

sangat indah, indah dan indah

Dalam hati bertanya, dan terus bertanya

siapa pemiliknya? Adakah?

Ingin hati, bukan sekedar memandang, tapi memiliki

namun sekali lagi, hati bertanya, adakah?

Kuulurkan tanganku untuk memetik bunga itu,

namun kutarik lagi tanganku.

Terus berulang-ulang kulakukan hal itu,

namun sekali lagi, dan lagi hati bertanya, adakah?

Dan aku hanya diam memandang………


Lalu datang orang pertama dan berkata :

“Petiklah bunga indah itu. Sepertinya tidak ada pemiliknya”

“Lakukanlah. Bunga yang indah jarang ditemukan”

Kuulurkan tanganku lagi, memetik bunga tersebut. Namun…..

Datang orang kedua dan berkata :

“Aku pernah melihat bunga itu. Awas ada durinya”

“Bunga indah di tepi jalan yang tidak tahu pemiliknya, mungkin ada durinya”

Kutarik tanganku kembali……dan kutermenung……diam

Datang orang ketiga dan berkata :

“Mengapa kau termenung? Apakah karena bunga indah itu?”

Kujawab : “Ya. Apakah kau kau tahu bunga itu? Apakah ada durinya?”

Dan dia berkata : “Hampir setiap bunga yang indah, pasti berduri”

“Namun aku pernah mendengar, bunga itu pernah terluka oleh seseorang”

“Seseorang yang pernah melewati dan memetiknya”

“Lalu karena suatu hal, dia tinggalkan bunga itu ditepi jalan lagi”

“Saya dengar, bunga itu mempunyai duri yang tajam dan……racun”

Aku hanya diam dan hatiku…….kenapa aku ingin memetiknya?

Lalu datang orang keempat dan berkata :

“Jika ingin memetiknya, petiklah”.

“Kalau memang ada durinya, biarlah tanganmu yang merasakan”

“Kalau memang ada racunnya, biarlah kau yang menentukan, mau bertahan atau tidak”.

“Lagipula duri dan racunnya, kalau memang ada. Jika tidak…..?”

Kutermenung……kalau memang ada, jika tidak?


Dan semua orang lainnya juga melihat diriku yang gundah.

Jika kujawab tidak, mereka melihat mata-ku. Jendela hati.

Namun mereka memberikan perkataan yang sama.


Lalu kuteringat…..

Jika kau ingin merasakan sesuatu, tidak bisa hanya dengan memandangnya,

harus kau makan jika itu makanan, harus kau minum jika itu minuman.

Sampai pada saat itu baru bisa kau tahu manis dan pahitnya.


Dan akhirnya kuputuskan untuk mencoba memetiknya, dan……..

Kurasakan durinya, tapi tidak seperti yang orang – orang gambarkan,

dan aku bisa bertahan. Sakit tapi kuingat :

“Hampir setiap bunga yang indah, pasti berduri”

Sekilas bunga ini pun tersenyum padaku.

Jadi tidak terasa sakit durinya.

Kurasakan semerbak harum wanginya, dan dia terus tersenyum,

Dan aku hanya bisa berkata :

“Belum pernah ada setangkai bunga indah yang pernah kulihat dan ingin kumiliki”

“Apakah kau bisa mendengar suara hatiku?”……………………………………

…………………………………….

Entah sudah mendengar atau belum, dia hanya tersenyum dan terus tersenyum.

Sampai suatu hari aku merasakan, sesuatu yang, sungguh, aku pun tidak tahu.

“Inikah racun itu? Aku seperti tidak dapat melihatnya, sungguh, tidak melihatnya”.

“Apakah aku sudah buta…..?

“Atau sejak awal aku sudah terkena racunnya? Sehingga buta mataku dan hatiku”

“Tidak, tidak. Mataku selama ini melihat terus senyumnya. Tapi hatiku……?”

“………atau senyumnya itu…….?


Sekarang dengan waktu yang tersisa, aku akan mencari jawabannya.

Ku tak bisa terus diam disini, karena masih ada jalan di depan yang harus kulewati.

Hatiku kadang berbicara :

“Ini bukan racun, tapi betul, sesuatu yang, sungguh, aku pun tidak tahu”

Dan aku pun bertanya :

“Tetap diam berdiri disini atau terus berjalan dengan atau tanpa bunga indah ini?”


Untuk sementara aku berpikir,...........

Memang setangkai bunga yang indah, tapi........................

(Mkr, 2005)